BBS.COM | TANGERANG — Proyek SPAL Diduga Abaikan Aturan Konstruksi dan K3, Rakyat Dirugikan. Di Jalan Warga RT 001/RW 004, Desa Daon, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, yang bersumber dari APBD 2025, menuai sorotan tajam. Proyek bernomor 145 SPAL di bawah kewenangan Dinas Perumahan dan Permakaman (Perkim) tersebut. Dilaksanakan oleh CV. Putri Tunggal Jaya Mandiri. Minggu (19/10/2025)
Berdasarkan hasil pantauan langsung oleh sejumlah media dan lembaga masyarakat, pelaksanaan proyek ini tidak sesuai dengan aturan teknis konstruksi maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB). Cara pemasangan batu belah disebut asal-asalan, tidak presisi dan tidak mengacu pada standar pekerjaan saluran air yang telah ditentukan.
Sebelum pelaksanaan, lokasi proyek diketahui sudah memiliki saluran air lama. Namun, pihak pelaksana hanya melakukan penggalian ulang pada jalur eksisting dengan volume galian yang tidak maksimal. Lebar galian menyempit tetapi tetap dipaksakan untuk pemasangan batu belah. Sehingga struktur saluran menjadi tidak optimal dan berpotensi mudah rusak.

Lebih jauh, pondasi dasar batu belah dilaporkan sangat tipis dan tidak sesuai spesifikasi teknis. Yang tercantum dalam kontrak. Penggunaan material seperti batu, pasir, dan semen pun dinilai tidak merata. Dan tidak sesuai perhitungan dalam RAB. Hal ini berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara dan merugikan masyarakat sebagai pengguna fasilitas umum tersebut.
Tak hanya persoalan teknis konstruksi, proyek ini juga diduga mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pekerja di lapangan tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) seperti helm proyek. Sepatu safety, rompi, atau rambu pengaman kerja. Selain itu, tidak ada pagar pengaman di area galian, sehingga berpotensi membahayakan masyarakat sekitar. Pengabaian K3 ini melanggar ketentuan pelaksanaan proyek pemerintah yang seharusnya mengutamakan keselamatan kerja.
Aktivis Kabupaten Tangerang, Jamasari, menyebut bahwa proyek ini dilaksanakan secara dipaksakan dan tidak mengacu pada kontrak teknis RAB yang sudah disepakati. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Perkim yang seharusnya bertanggung jawab mengontrol mutu pekerjaan di lapangan.
“Kami melihat ini bukan sekadar kelalaian, tetapi ada dugaan pembiaran. Pengawasan nyaris tidak ada. Selain tidak sesuai teknis, mereka juga mengabaikan K3. Ini sangat berbahaya bagi pekerja dan warga sekitar. Kami akan melaporkan dugaan penyimpangan ini kepada Inspektorat, BPKP, dan BPK RI Perwakilan Banten untuk dilakukan evaluasi dan audit menyeluruh,” tegas Jamasari.
Masyarakat sekitar pun menyatakan mosi tidak percaya terhadap Dinas Perkim selaku penanggung jawab proyek. Mereka menilai lemahnya pengawasan berpotensi menimbulkan proyek gagal fungsi, kerusakan dini pada infrastruktur, serta kerugian negara dan publik.
(Iim/Tim)