BBS.COM | TANGERANG, Kamis 18 September 2025 – Proyek pemasangan paving blok di Desa Kadu, RT 03 RW 04, Kecamatan Curug,Kabupaten Tangerang, APBD 2025. Menuai kritik tajam dari masyarakat dan aktivis. Proyek yang semestinya menjadi sarana peningkatan infrastruktur lingkungan, justru diduga dikerjakan asal-asalan tanpa memperhatikan standar teknis maupun aspek keselamatan kerja.
Dari hasil pantauan langsung di lapangan, pemasangan paving terlihat tidak rata – sebagian menonjol, sementara lainnya lebih rendah dari permukaan. Celah antar-bata paving juga tampak dibiarkan terbuka tanpa pengisian pasir yang cukup, padahal pengisian abu pasir merupakan komponen penting. Untuk merekatkan serta menstabilkan permukaan paving.

Selain itu, kondisi pemasangan kastin hasil tanam terlihat sisa dari permukaan atas ukuran 5 cm matrial agregat dan abu pasir tidak maksimal, pondasi dasar diduga tidak dipadatkan secara optimal. Tidak tampak penggunaan alat pemadat seperti baby roller (wales) yang semestinya digunakan dalam tahap awal pemasangan. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan paving cepat mengalami gelombang atau amblas, terutama saat musim penghujan.
Kesan pekerjaan yang dikerjakan tanpa perencanaan dan pengawasan teknis. Semakin kuat karena pola pemasangan paving terlihat tidak mengikuti garis lurus yang rapi. Seperti standar pengerjaan paving pada umumnya.
Yang paling mengkhawatirkan, para pekerja terlihat tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm proyek, sepatu safety, maupun sarung tangan. Padahal, aktivitas pemasangan paving blok mengandung risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Ketidakhadiran APD ini mencerminkan pelanggaran terhadap standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat Harapan Rakyat Indonesia Maju (HARIMAU), Suparta, menyampaikan keprihatinannya terhadap kualitas dan keselamatan proyek tersebut.
“Ini jelas tidak sesuai prosedur. Selain hasil pengerjaan paving blok yang terlihat asal-asalan, pemadatan tidak maksimal karena tidak menggunakan alat berat seperti baby roller. Lebih parah lagi, pekerja dibiarkan tanpa APD. Ini melanggar aturan keselamatan kerja dan menunjukkan lemahnya pengawasan dari pelaksana maupun instansi terkait,” tegas Suparta.
Lebih lanjut, Suparta menyoroti tidak adanya pengawas proyek atau pelaksana dari pihak kecamatan yang hadir di lokasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan proyek.
LSM HARIMAU mendesak agar pihak kecamatan serta dinas terkait segera turun langsung ke lokasi proyek untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Terhadap kualitas pekerjaan dan pelaksanaan prosedur teknis di lapangan. Bila ditemukan pelanggaran atau kelalaian, Suparta menegaskan bahwa kontraktor pelaksana harus diberikan sanksi tegas. Serta proyek dihentikan sementara untuk diperbaiki sebelum dilanjutkan.
“Setiap proyek pembangunan yang dibiayai dari uang rakyat harus dikerjakan secara profesional dan transparan. Jangan sampai pembangunan hanya menjadi formalitas tanpa manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Kami juga akan menyusun laporan formal terkait proyek konstruksi di beberapa titik pelaksanaan lain di bawah lingkup kecamatan ini,” pungkas Suparta.
(Amrizal)

