BBS.COM | SERANG, 19 Maret 2025 – Dugaan Korupsi di Dishub dan DPRD Banten: SOLMET Tuntut Transparansi dan Penegakan Hukum. Puluhan massa dari Solidaritas Merah Putih (SOLMET) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan DPRD Banten. Aksi ini di lakukan untuk menuntut pengusutan dugaan korupsi dalam proyek Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM) yang telah menghabiskan anggaran lebih dari Rp 16,5 miliar sejak 2018 hingga 2024, tetapi tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Dugaan Korupsi Proyek SAUM dan Pokok Pikiran DPRD
Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Suparani, dugaan korupsi ini melibatkan banyak pihak, termasuk anggota DPRD Banten. Skema penyedotan anggaran melalui mekanisme Pokok Pikiran (Pokir) yang seharusnya di gunakan untuk kesejahteraan rakyat justru di manfaatkan untuk kepentingan pribadi. Tak hanya proyek SAUM, proyek lain seperti Area Traffic Control System (ATCS), Penerangan Jalan Umum (PJU), dan marka jalan juga di duga menjadi ladang korupsi para pejabat dan legislator.
Lebih lanjut, Suparani mempertanyakan keberanian Kejati Banten dalam mengusut kasus ini. Hingga kini, tuntutan masyarakat belum mendapat respons tegas.
“Apakah Kejati Banten mandul dalam menghadapi koruptor? Ataukah mereka justru menjadi benteng perlindungan bagi mafia anggaran?” tegasnya dalam orasi.
Modus Operandi Dugaan Korupsi di Proyek SAUM
Massa aksi juga menyoroti pola dugaan korupsi dalam proyek SAUM, yakni seperti:
- Bus yang di beli tidak beroperasi, sehingga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
- Pembangunan halte berulang kali di titik jalur yang sama, terindikasi sebagai pemborosan anggaran.
- Anggaran jasa konsultasi miliaran rupiah lenyap tanpa hasil nyata, menunjukkan adanya indikasi penggelembungan biaya.
Tuntutan dan Langkah Lanjutan
Beberapa perwakilan aksi di terima di ruang PTSP Kejati Banten dan bertemu dengan Plt Asintel Kejati Banten, Raka, serta Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga. Raka menjelaskan bahwa laporan masyarakat sedang di kaji oleh tim Kejati, dan jika di temukan indikasi perbuatan melawan hukum, maka akan di tindaklanjuti sesuai prosedur hukum.
Juru bicara aksi, Kamaludin, mempertanyakan apakah Kejati Banten sungkan dalam menindak anggota DPRD yang terlibat. Ia menegaskan bahwa Pokir telah menjadi ajang transaksi antara pengusaha, eksekutif, dan legislatif.
“Alih-alih menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, anggota dewan justru mengatur proyek dan menunjuk pihak ketiga dengan sistem sukses fee,” ungkapnya.
Kamaludin juga menyatakan bahwa seusai Idul Fitri, pihaknya akan membawa laporan terkait anggaran Pokir DPRD Banten ke KPK Jakarta agar kasus ini di usut lebih lanjut.
Aksi di DPRD Banten: Dewan Bungkam
Setelah aksi di Kejati Banten, massa bergerak ke Gedung DPRD Banten. Namun, tidak ada satu pun anggota DPRD yang berada di tempat. Menurut Suparani, hal ini mencerminkan ketidakpedulian para anggota dewan terhadap suara rakyat.
“Mereka menikmati fasilitas negara atas nama rakyat, tetapi ketika dikritisi, justru menghindar,” katanya.
Dalam orasi terakhirnya, massa menyampaikan tuntutan utama mereka yakni:
- Panggil dan periksa Kepala Dishub Banten, Tri Nurtopo.
- Bongkar keterlibatan DPRD dalam permainan anggaran proyek Pokir.
- Audit forensik seluruh anggaran Dishub Banten sejak 2018 hingga 2024.
- Copot dan adili pejabat Dishub yang terlibat dalam skandal ini.
- Kejati Banten harus segera menindaklanjuti laporan dan tidak melindungi koruptor.
- Gubernur Andra Soni harus mencopot Kadishub, jika tidak, patut dipertanyakan ada apa di balik kasus ini.
Aksi demonstrasi ini menjadi bentuk tekanan dari masyarakat agar aparat penegak hukum bertindak tegas dalam mengusut dugaan korupsi. Jika tuntutan tidak segera di penuhi, SOLMET berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tingkat nasional.
(Suheli/ Team)