BBS.COM | TANGERANG– Sikap Arogan Camat Jambe Tuai Kecaman, Diduga Langgar UU Pers. Jabatan Camat merupakan pemimpin wilayah di tingkat kecamatan yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati atau Wali Kota. Tugas utama seorang camat adalah mengoordinasikan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat di wilayah kerjanya. Camat juga bertindak sebagai pelaksana sebagian urusan otonomi daerah. Yang dilimpahkan oleh Bupati atau Wali Kota. Serta mengoordinasikan berbagai kegiatan pelayanan publik.
Namun, hal ini tampaknya belum tercermin dalam kepemimpinan Tatang Suryana, S.STP., M.Si., yang baru. Menjabat selama dua bulan sebagai Camat Jambe, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Sejumlah kalangan menilai sikap Tatang terkesan tertutup dan tidak kooperatif, khususnya terhadap media, LSM, pengamat kebijakan publik, hingga masyarakat umum.
Dalam laporan yang beredar, Tatang dinilai minim empati. Serta menunjukkan sikap yang kurang bersahabat terhadap insan pers. Ia disebut sering menghindar saat hendak dikonfirmasi. Oleh awak media dengan berbagai alasan. Mulai dari kesibukan rapat hingga tidak bisa ditemui tanpa alasan yang jelas.
Klimaks dari ketidakharmonisan ini terjadi pada Kamis, 25 September 2025, di depan Gedung Serbaguna (GSG) Kecamatan Jambe. Sebanyak empat wartawan yang hendak melakukan konfirmasi terkait kegiatan kecamatan justru mendapat perlakuan tak menyenangkan. Mereka bahkan diminta meninggalkan telepon genggamnya jika ingin berbicara langsung dengan camat—sebuah tindakan yang dinilai menghalangi kerja jurnalistik.
Tidak hanya itu, Tatang juga mengeluarkan pernyataan bernada intimidatif di hadapan para wartawan.
“Jangan mancing-mancing saya marah! Sifat saya mah jelek, jadi jangan mancing-mancing saya marah!” ucap Tatang dengan nada tinggi.
Sikap ini menuai kecaman dari berbagai pihak, karena dinilai bertolak belakang dengan etika seorang pejabat publik. Apalagi sebagai Ketua Forkopimcam (Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan) yang seharusnya menjadi teladan dalam pelayanan masyarakat dan komunikasi publik.
Ketua Forum Jurnalis Pasar Kemis (Forjumis), Hamonangan Simanjuntak, S.H., turut angkat bicara. Ia menyebut tindakan Tatang berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Khususnya Pasal 4 ayat (2) dan (3) yang menjamin kebebasan pers dari segala bentuk pembatasan informasi.
“Pelanggaran terhadap UU Pers dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 18 ayat (1), yaitu penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta,” jelas Hamonangan. Selasa 30 September 2025.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa jurnalis memiliki hak untuk memperoleh informasi dan menjalankan tugas jurnalistik secara bebas. Tanpa intimidasi ataupun tekanan dari pihak manapun.
Peristiwa ini menjadi catatan penting, terutama bagi pejabat publik agar lebih memahami peran strategis pers dalam demokrasi. Pers bukanlah musuh, melainkan mitra dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan memastikan transparansi penyelenggaraan pemerintahan.
(Amrizal)