BBS.COM | BANTEN – Abraham Garuda Soroti 58 Ribu Kasus Gangguan Jiwa di Banten. Anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi PDI Perjuangan, Abraham Garuda Laksono, menekankan pentingnya kesehatan jiwa sebagai bagian integral dari kesejahteraan masyarakat. Hal ini di sampaikannya dalam kegiatan Pembinaan Kesehatan Jiwa yang di adakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten di Aula Kecamatan Binong, Curug, Kabupaten Tangerang.
Dalam sambutannya, Abraham menyampaikan bahwa pembangunan kesejahteraan masyarakat tidak bisa di pisahkan dari aspek kesehatan mental. Ia menyebut bahwa kesehatan jiwa adalah fondasi penting bagi individu untuk menyadari potensinya dan mampu menghadapi tekanan hidup.
“Dinas Kesehatan sebagai mitra kami terus turun ke lapangan, memberikan edukasi dan layanan langsung. Ini bukti nyata perhatian terhadap kesehatan jiwa,” ujarnya.
Program Inisiatif Sahabat Sehat dan Pintar
Abraham juga memperkenalkan program Sahabat Sehat dan Pintar, yang mencakup penyediaan ambulans gratis dan perpustakaan keliling. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan dan literasi masyarakat, terutama di wilayah yang masih terbatas fasilitasnya.
Menurut data terbaru, terdapat sekitar 58.000 kasus gangguan jiwa di Provinsi Banten yang sudah terlapor. Namun, Abraham menyebut bahwa angka ini bisa lebih tinggi karena masih adanya stigma dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan atau mencari bantuan.
“Masih banyak yang enggan mencari pertolongan karena takut dikucilkan. Ini yang harus kita ubah bersama.”
Akses Layanan Masih Belum Merata
Ia juga mengkritisi masih belum meratanya pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Banyak pasien yang mengalami kendala saat ingin mendapatkan penanganan, bahkan ada yang di tolak. Abraham menegaskan bahwa pihaknya siap memfasilitasi pasien gangguan jiwa agar mendapatkan hak pelayanan yang layak.
“Kami tidak ingin ada pasien yang ditolak. Setiap warga berhak atas layanan kesehatan, termasuk jiwa.”
Sinergi Lintas Sektor Sangat Diperlukan
Narasumber kegiatan, dr. Dewi Yuliana, menyampaikan bahwa kesehatan jiwa telah di lindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Ia menekankan bahwa penanganan gangguan jiwa harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.
“Kesehatan jiwa bukan hanya persoalan medis, tapi juga persoalan sosial. Harus ada pendekatan kolaboratif antar sektor.”
Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah penanganan ODGJ berat yang terlantar. Hal ini memerlukan kerja sama lintas sektor, termasuk dari dinas sosial, kecamatan, kelurahan, dan peran aktif masyarakat.
dr. Dewi juga mengimbau masyarakat untuk segera melapor jika menemukan ODGJ terlantar kepada seksi sosial tingkat kecamatan atau kelurahan. Langkah ini penting demi mencegah dampak yang lebih buruk, baik bagi ODGJ itu sendiri maupun lingkungan sekitar.
“Pelaporan dini, pendekatan humanis, serta layanan tepat akan membantu proses rehabilitasi dan integrasi sosial.”
Menuju Indonesia Emas 2045, Kesehatan Jiwa Harus Menjadi Prioritas
Abraham menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergandengan tangan dalam menghapus stigma dan memperluas akses layanan kesehatan jiwa. Ia menegaskan bahwa tanpa perhatian terhadap kesehatan mental, cita-cita Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai.
“Kalau masyarakat tidak peduli, upaya tenaga kesehatan pun akan terbatas. Ini tanggung jawab bersama.”(Sul)